Our Stories

Pengalaman Perjalanan Haji

Waktu : 20 November 2009 - 5 Desember 2009

Jumat, 20 November 2009

Istriku duduk di sampingku, di pesawat yang akan membawa kami ke Kuala Lumpur dari Narita, Tokyo, dan untuk selanjutnya melanjutkan dengan flight berikutnya ke Jeddah esok hari.
"Sayangku, berdoa yuk", kataku. Istriku mengiyakan dan kami terdiam dan tenggelam dalam doa dan renungan kami masing-masing. Insya Allah hari ini kami akan memulai perjalanan kami menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Akhirnya hari ini tiba, dan kami masih agak tidak percaya. Bismillahirrahmanirrahim.

***

Dalam QS Ali Imrah:97, Allah SWT berfirman yang artinya,
"Menunaikan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan menuju Baitullah. Dan barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) dari semesta alam".

Alhamdulillah, Allah mengizinkan kami masuk dalam kelompok yang mampu. Tidak hanya mampu secara finansial, namun juga mampu secara waktu, dan juga kesehatan. Teringat dalam hatiku, setahun lalu dalam suatu pengajian, saya mendapat oleh-oleh cerita teman yang baru saja menunaikan ibadah haji tahun itu. Dalam hati, kami pun berdoa untuk bisa naik haji tahun depan, dan doa kami terkabul.

Sekitar setengah tahun sebelum masa Haji, kami berdua memantapkan niat untuk pergi beribadah haji. Hal pertama yang kami lakukan adalah mencari berbagai info berkaitan dengan perjalanan haji dari Tokyo. Sebagai suami isteri yang sama-sama bekerja, kesulitan pertama yang kami hadapi adalah bersama-sama mendapatkan cuti dari kantor untuk ibadah haji itu sendiri. Sayangnya, jika kami pergi haji dari Tokyo bersama grup, kami membutuhkan cuti hampir 3 pekan. Walaupun di kantor, jatah cuti kami cukup banyak, toh sudah jadi common sense di Jepang ini untuk mengambil cuti maksimal 2 pekan saja.

Akhirnya kami berkonsultasi dengan staf biro perjalanan Air1Travel, yang merupakan satu dari dua biro perjalanan yang mendapat authorisasi dari pemerintah Saudi untuk mengurus visa haji dari Jepang. Brother Reda Kenawy dari Air1Travel menginformasikan bahwa kami bisa mencari tiket pesawat sendiri dan mengatur jadwal perjalanan kami sendiri. Perjalanan tersingkat adalah tiba di Jeddah dengan pesawat di hari terakhir sebelum bandara haji di Jeddah ditutup selama ibadah haji, dan meninggalkan Saudi pada hari pertama saat bandara di Jeddah dibuka kembali setelah selesai masa ibadah haji. Dan untuk kami memilih perjalanan tersingkat itu dan itu membutuhkan tak lebih dari 2 pekan saja. Beruntung boss-boss kami di kantor, mau mengerti dan mengizinkan kami untuk mengambil cuti untuk haji tersebut. Saat menjelaskan ibadah haji, kami cerita apa adanya, bahwa ini ibadah umat Islam yang dilakukan di waktu tertentu di Mekah, yang minimal dilakukan sekali seumur hidup.

***

Diantar teman dekat, keluarga Akhtar, kami berangkat ke Narita Airport dan setelah menempuh perjalanan sekitar 7.5 jam, tibalah pesawat kami di Kuala Lumpur. Hari itu kami bermalam di hotel di dekat Airport malam itu yang sudah kami reservasi dari Jepang. Berikut jadwal pesawat kami dari Narita via Kuala Lumpur ke Jeddah.
11/20 MH89 Narita (10:30) → Kuala Lumpur (17:05)
11/21 MH150 Kuala Lumpur (15:15) → Jeddah (19:30)

Sebagai informasi selain rute yang kami pilih, teman-teman lain yang melakukan perjalanan haji dari Jepang dengan penerbangan dengan rute sebagai berikut:
Narita <-> Kuala Lumpur <-> Jeddah, dengan Malaysia Airline
Narita <-> Hongkong <-> Jeddah, dengan Cathay Pacific Airline
Narita <-> Zurich <-> Jeddah, dengan Swiss Airline
Narita <-> India <-> Jeddah, dengan Air India.

Sabtu, 21 November 2009

Idealnya, sebelum melakukan perjalanan ibadah haji ini sangat dianjurkan untuk selain melakukan persiapan ilmu dan perbekalan yang cukup, juga mempertahankan kondisi badan yang sehat dan batin yang kuat untuk melakukan perjalanan yang tidak mudah. Di Malaysia pun, kami akhirnya banyak beristirahat di hotel, dan hanya keluar untuk makan saja. Ini sangat membantu memulikan kesegaran fisik kami. Karena kami belum mengetahui medan seperti apa yang akan kami hadapi di Saudi Arabia nanti.

Dari hotel di Malaysia ini lah kami bersiap-siap memulai ibadah umrah dilanjutkan haji sebagai satu rangkaian ibadah haji tamattu. Saya memulai berganti pakaian ihram dan kami berdua bersiap memasuki kondisi ihram, yaitu haram melakukan sesuatu perbuatan yang dihalalkan di kondisi biasa. Karena tidak terbiasa tentunya, awalnya terasa aneh saat hanya berpakaian dengan dua helai kain ihram saja. Tapi hal itu menjadi tidak terlalu terasa pada akhirnya. Apalagi saat sudah mencapai boarding room sebelum keberangkatan, kami berjumpa dengan rombongan jemaah haji dari Malaysia yang bapak-bapaknya sudah memakai pakaian ihram seperti saya. Juga ada rombongan jemaah haji dari Indonesia, namun mereka masih memakai pakaian biasa.

***

Dalam pesawat yang membawa kami ke Jeddah, duduk di sebelah kami sepasang suami isteri dari Malaysia yang berusia sekitar 50an. Si ibu yang ternyata seorang guru agama di SMA terlihat sangat gembira bisa menunaikan ibadah haji karena katanya sudah bertahun-tahun menabung untuk biaya perjalanan ini. Cerita mereka membuat kami terharu dan sangat bersyukur bahwa kami diundang Allah untuk berhaji dalam usia muda.

Beberapa jam terbang, di pesawat lalu ada pemberitahuan bahwa beberapa saat lagi akan melintasi Miqat (Batas geografi tempat calon jamaah haji wajib berpakaian ihram dan berniat untuk umrah atau haji), sehingga penumpang dipersilahkan bersiap-siap jika ingin berganti pakaian ihram. Karena keterbatasan yang ada, sangat dianjurkan untuk berpakaian ihram dari lokasi terakhir sebelum naik pesawat yang akan melewati miqat.

***

Setelah menempuh 9 jam penerbangan. kami tiba di Jeddah sesuai jadwal yaitu sekitar jam 19:30. Perbedaan waktu Jeddah dan kota-kota di Saudi Arabia ini adalah 6 jam lebih lambat dari Tokyo dan 4 jam lebih lambat dari Jakarta. Dan di mulai dari mendaratnya pesawat kami di Jeddah ini lah masa-masa penantian terus berlangsung. Tanpa pemberitahuan yang cukup, kami terpaksa menunggu beberapa saat sampai diizinkan turun dari pesawat. Bandara haji ini sangat besar dan tampaknya pesawat kami mendarat di sisi lain yang jauh dari bangunan airport itu sendiri. Sehingga, setelah turun dari pesawat, kami harus naik bis bersama jamaah haji lain untuk menuju ruang kedatangan. Harap diperhatikan, bahwa bandara kedatangan untuk penumpang haji dan penumpang biasa berbeda. Pesawat biasanya akan menurunkan penumpang haji lebih dahulu. Jika Anda salah turun bandara, akan menemui kesulitan di imigrasi.

Setelah turun dari bus, kami dipaksa menunggu di ruang kedatangan dengan penumpang pesawat lain untuk waktu yang tidak jelas. Tidak adanya informasi dari pihak bandara, dan tidak mampunya kami berbahasa Arab membuat kami tidak tahu sampai kapan dan untuk apa kami harus berdiam di ruang ini. Sangat disarankan, untuk mempersiapkan perbekalan makan malam untuk saat itu. Karena pada akhirnya kami harus menunggu lebih dari 3-4 jam lebih sampai bisa keluar dari ruang itu menuju loket imigrasi.

Tidak adanya staf airport, papan petunjuk, dan pengumuman, membuat kami merasa tidak jelas akan tahap berikutnya. Belakangan saya akhirnya tahu, bahwa penumpang dipaksa menunggu di ruangan tersebut, untuk menunggu giliran pelayanan imigrasi dan datangnya bagasi barang-barang kami dari pesawat ke bangunan bandara tersebut. Dalam kondisi lelah, yang kami bisa lakukan adalah bersabar dan menunggu.

Ahad, 22 November 2009

Melewati tengah malam, akhirnya rombongan pesawat kami diperkenankan keluar dari ruangan tersebut. Sebelumnya kami diminta mengisi semacam kartu imigrasi. Setelah bertanya sana-sini, akhirnya kami bisa mengisi kartu tersebut.

Terbiasa dengan lingkungan Jepang yang serba teratur, ternyata kaget juga melihat ketidakjelasan dan ketidakteraturan di Bandara ini. Petugas imigrasi pun dengan santainya tidak segera melayani penumpang yang sudah panjang berbaris. Prosedur di imigrasi pun tampaknya berbeda-beda. Ada penumpang yang diminta untuk diambil foto wajahnya dan sidik jarinya, ada yang tidak. Setelah melewati imigrasi, kami pun mengambil koper-koper kami yang sudah tergeletak di sisi ban berjalan. Karena ramainya orang dan banyaknya koper yang serupa, dianjurkan untuk memberi tanda yang mudah dikenal di koper anda, misalnya seperti pita di gagang koper dll.

Setelah mengambil koper dan keluar dari tempat pengecekan paspor terakhir akhirnya kami keluar dari bangunan bandara. Dianjurkan untuk menyelesaikan segala keperluan sholat di ruang kedatangan, dan buang hajat sampai sebelum keluar dari bangunan bandara ini. Setelah keluar dari bangun bandara tersebut, ternyata di bagian luarnya seorang petugas melarang kami langsung keluar dari satu pintu. Dengan penjelasan dalam bahasa Arah, yang tentu saja kami tidak paham, dia menunjuk ke paspor kami. Akhirnya kami tahu, bahwa ternyata di paspor kami harus ditempel semacam sticker yang diperoleh hasil pengecekan apakah kami sudah membayar Bank Draft untuk biaya akomodasi haji yang dibayarkan ke pemerintah Saudi. Syukurlah di paspor kami, sudah tertempel sticker pembayaran Bank Draft itu. Karena berdesak-desakan, akhirnya saya meminta istri saya menunggu sambil menjaga barang kami, sementara saya ikut berdesak-desakan menunggu giliran dilayani petugas lain itu. Setelah sticker itu saya dapat kami akhirnya bisa keluar dari lokasi tersebut.

***

Tahap berikutnya adalah mencari bus yang akan membawa kami ke hotel kami di Mekah.

Tidak adanya informasi detil dari biro perjalanan Air1Travel membuat kami tidak paham detil tahap demi tahap yang harus kami lakukan setelah keluar dari gedung Bandara. Ketidakpahaman kami itu, ditambah tidak ada nya papan informasi membuat kami menemui kesulitan di sini. Akhirnya setelah memperkenalkan diri sebagai jamaah dari Jepang, seorang petugas membawa kami ke sebuah kantor yang mengurusi jamaah-jamaah Asia Tenggara. Belakangan kami tahu, bahwa ternyata karena jemaah Jepang sedikit, sehingga kami bergabung di bawah makhtab (grup) Singapore. Setelah sempat tidak jelas, akhirnya kami sedikit lega, karena petugas di kantor tersebut bisa bahasa Inggris, dan menjelaskan bahwa kami disuruh menunggu di kantor tersebut, untuk menunggu bus yang akan membawa kami ke Mekah.

Di kantor tersebut, kemudian kami ditempatkan ke sebuah ke sebuah bis yang akan membawa jamaah ke Mekah. Ada satu kesalahan yang saya lakukan, yaitu tidak mempersiapkan uang kecil (Riyal) untuk diberikan ke kuli-kuli yang membantu membawa koper-koper kami. Karena ternyata memang sudah begitu aturannya. Di bus, kami bersama 2 rombongan jamaah lain dari Indonesia. Berbeda dengan mereka, yang disetiap dadanya terpampang badge nama dan alamat hotel, kami bahkan belum tahu hotel kami ada di mana. Itu yang membuat kami agak malu. Karena seperti luntang-lantung. Tapi Allah Maha Besar, pada akhirnya kami pun dengan selamat sampai ke hotel kami.

Dalam perjalanan Jeddah - Mekah, bis kami berhenti beberapa kali, untuk ke toilet dan mengambil jatah makanan yang disediakan pemerintah Saudi ke jamaah haji di suatu tempat pemberhentian. Karena fasilitas ini adalah sudah menjadi bagian dari biaya akomodasi yang dibayar setiap jamaah haji ke pemerintah Saudi. Dalam kontak bento yang kami dapat, kami mendapat beberapa kue dan air putih. Alhamdulillah.

Satu hal yang wajib diingat para jamaah haji adalah, setelah pergi ke office di Bandara di Jeddah, paspor kami diminta oleh petugas dan kemudian diserahkan ke supir bus, untuk kemudian diserahkan makhtab yang bertanggung jawab terhadap diri kita. Itu memang prosedurnya. Jadi jangan coba-coba untuk mempertahankan pasport di tangan anda. Alhamdulillah, sebelum pergi haji, teman-teman di Jepang sudah menasehati kami tentang hal ini.

Setelah bus menurunkan satu grup jamaah dari Indonesia di hotel mereka, kami berdua diantar ke kantor Makhtab no. 88 (Singapore). Saat itu jam menunjukkan sekitar pukul 4 pagi. Ada cerita lain, yaitu karena kami saat di Jepang, kami diinformasikan bahwa Makhtab yang bertanggung jawab terhadap jamaah Jepang adalah Makhtab lain, maka ada teman yang juga pergi berdua dengan istrinya, sempat menolak dan bersitegang, karena akan diantar ke makhtab yang berbeda dengan yang diketahui sebelumnya. Perubahan-perubahan seperti ini biasa tampaknya. Tapi tentu mengejutkan untuk jamaah-jamaah seperti kami yang buta kondisi pelaksanaan haji.

***

Di kantor Makhtab, kami sempat beristirahat menunggu subuh. Staf di sana mengatakan akan mengantarkan ke hotel kami setelah subuh dengan taksi. Karena sebelum subuh jalan-jalan di sekitar masjidil Haram banyak ditutup untuk akses jalan para jamaah subuh. Taksi yang dimaksud ternyata adalah mobil pribadi yang kami berhentikan di tengah jalan. Ya, di Mekah, jumlah taksi sangat sedikit, sehingga banyak mobil pribadi yang dipakai untuk dijadikan taksi.

Yang wajib diingat lagi adalah, setiap naik taksi jangan biarkan wanita yang naik taksi lebih dahulu atau turun terakhir dalam kondisi apa pun. Karena ternyata saat haji kali ini, kami mendengar berita bahwa ada jamaah haji sepasang suami isteri Indonesia, yang isterinya dilarikan supir taksi, dan kemudian ditemukan meninggal di padang pasir.

Dengan ditemani staf dari makhtab, kami pergi ke hotel setelah waktu subuh. Tapi ternyata jalan-jalan di sekitar masjidil Haram masih banyak yang ditutup. Sehingga kami terpaksa turun agak jauh dari hotel dan menggeret koper-koper dan membawa tas-tas kami melalui jalan-jalan berbukit menuju hotel kami. Apalagi saya yang tidak biasa dengan pakaian ikhram saat itu, rasanya sulit untuk bergerak cepat. Leganya hati kami saat akhirnya bisa sampai ke hotel dan ketemu rombongan haji air1travel lainnya. Total kami butuh sekitar 12 jam dari mendaratnya pesawat kami di bandara haji di Jeddah hari sebelumnya, sampai ke hotel pagi itu sekitar jam 7 pagi, walau jarak Jeddah ke Mekah hanya sekitar 80 km saja. Namun, belakangan kami tahu, bahwa teman-teman yang datang bersama rombongan air1travel, membutuhkan waktu 30 jam dari mendaratnya pesawat sampai ke hotel beberapa hari sebelumnya. Jauh lebih parah daripada kami yang mengalami berbagai kesulitan karena tidak bisa berbahasa Arab dan tidak tahu prosedur-prosedur yang ada.

***

Hotel yang disewa air1travel ternyata tidak jauh dari salah satu sisi Masjidil Haram. Sekitar jalan kaki 10-15 menit. Dari hotel, kami pun bisa melihat kemegahan Haram, begitu orang-orang di sana menyebut masjidil Haram. Karena jalan yang berbukit, perjalanan dari hotel ke Haram yang menurun bisa ditempuh dengan 10 menit saja. Tapi tidak saat pulang, karena mendaki, waktu yang dibutuhkan sekitar 15 menit.

Belakangan saat ditanya teman-teman, kami tinggal di hotel apa selama di Mekah, saya dengan lantang menyebut "Hyatt". Dan saat mereka kagum, saya tambahi bukan Grand Hyatt, tapi Al-Hayat ^_^ . Air1travel sebisa mungkin mengelompokkan kami di kamar bersama teman-teman satu negaranya masing-masing. Satu kamar terdiri dari 4-5 tempat tidur untuk 4-5 orang. Ada kamar mandi sendiri di dalam kamar, ada AC dan ada kulkas. Kami pribadi merasa cukup dengan fasilitas itu dan terutama dekatnya hotel kami dari Haram. Di hotel pun ada service laundry dan penjualan air zam-zam dalam satu galon 20 liter. Saya memakai service laundry untuk mencuci pakaian ikhram yang susah kalau dicuci sendiri.

Walau tiba dalam keadaan lelah, ternyata laparnya perut kami membuat kami ingin segera mencari makan. Sebelum ke Jepang, kami mendapat informasi bahwa makanan mudah di dapat dimana-mana. Tapi tidak demikian yang kami hadapi di lapangan. Tergantung pada sisi mana hotel anda berada, maka makanan bisa sulit di dapat. Beruntung saat kami tiba di hotel, teman kami Mas Surya yang sudah datang bersama rombongan beberapa hari sebelumnya, baru pulang dari Subuh di Haram. Dengan bantuan beliau, kami diajak ke restaurant terdekat di hotel kami. Restauran itu hanya menjual ayam broiler seperti Kentucky Fried Chicken, yang di sana lebih dikenal dengan sebut ayam Broast. Satu set makanan biasanya sekitar 10 riyal. Tidak terlalu murah juga. Praktis selama di Mekah, jenis makanan yang bisa kami konsumsi terbatas sekali.

***

Setelah makan pagi, mas Surya juga berbaik hari mengantar kami berdua ke masjid Haram untuk tawaf dan sa'i sebagai ritual umroh. Seperti nasehat beliau kepada saya untuk mempersiapkan batin untuk melihat ka'bah pertama kali. Sunnahnya adalah memanjatkan doa-doa yang banyak saat pertama kali melihat ka'bah, yang ada di tengah-tengah Haram. Tanpa terasa air mata kami menetes, karena ka'bah yang selama ini menjadi arah sholat kami selama hidup ini, sekarang berdiri megah di depan kami. Subhanallah. Ya Allah, puji dan syukur kehadiratmu yang sudah mengundang kami, hamba-hambamu, menjadi tamumu di Masjidil Haram ini dalam rangka pelaksanaan ibadah Umroh dan Haji.

Tawaf adalah bagaikan sholat sambil berjalan. Artinya selama tawaf, yaitu berjalan 7 putaran mengelilingi ka'bah, kami banyak berdoa dan harus dalam keadaan bersuci (wudhu). Tawah dimulai dari salah satu sudut yang ditandai dengan lampu hijau. Dan saat melewati bagian tertentu, disunahkan membawa doa "Rabbana aatina fiddunya hassanah, wafil akhirati hasanah, wakina azabannar". Sependek pengetahuan saya, selain itu tidak ada doa yang wajib dibaca. Setelah tawaf, disunahkan sholat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim yang ada di sekitar Ka'bah. Setelah itu minum air zam-zam yang banyak tersedia dalam container-container di dalam masjidil Haram tersebut. Berikutnya adalah sa'i atau jalan dari bukit Safa ke Marwa selama 3.5x bolak-balik, dimulai dan berakhir di Safa. Bukit Safa dan Marwa itu sendiri sudah menjadi bagian dalam masjidil Haram sendiri. Sehingga mudah bagi jamaah melakukannya. Di setiap bukit tersebut, disunahkan memanjatkan doa. Setelah sa'i, dan mencukur rambut maka selesai ritual ibadah umrah. Barber shop tersedia banyak sekali di salah satu sisi dari Haram. Saya pun bercukur di sana. Tapi yang perlu diingat, rambut harus disisakan cukup untuk dipotong setelah ibadah haji nantinya. Sedang, untuk wanita, cukup dipotong beberapa helai rambutnya oleh suaminya, seperti yang saya lakukan.

Setelah selesai ibadah umrah, kami pun pulang ke hotel untuk istirahat. Dan saya bisa menanggalkan pakaian ihram untuk berganti dengan pakaian biasa. Acara-acara berikutnya adalah selain menunaikan ibadah sholat wajib di Haram, kami biasa beristirahat di hotel, atau jalan-jalan mencari makanan. Tidak menforsir tenaga dan banyak beristirahat sangat penting, karena ibadah utama yaitu haji yang membutuhkan kesiapan fisik menunggu di depan mata.

Senin, 23 November 2009

Selama di Mekah, kegiatan rutin yang biasa kami lakukan adalah sholat fardhu di Masjidil Haram. Biasanya jamaah sudah datang berbondong-bondong beberapa jam sebelum sholat Subuh. Dalam hal ini, kami sangat bersyukur bahwa hotel kami dekat Masjidil Haram. Sehingga kami cukup berjalan kaki ke masjid, dan kembali ke hotel setelah selesai sholat. Biasanya, kami bangun sekitar jam 3 pagi. Lalu bersiap-siap pergi sholat. Dianjurkan untuk tidak pergi sendiri terutama jamaah wanita. Saya pribadi biasa pergi ke Haram bersama isteri. Tempat favorit kami untuk sholat Jumat ada di lantai paling atas Haram dimana kami sholat beratapkan langit.

Adzan di Haram biasa dikumandangkan 2 kali. Adzan pertama untuk memanggil jamaah untuk datang ke Haram, dan adzan kedua untuk panggilan sholat. Sholat Subuh sendiri baru dimulai sekitar pukul 5. Sambil menunggu Subuh, jamaah bisa melakukan sholat tahajjud atau bahkan tawaf melilingi Ka'bah. Perlu diingat bahwa tidak dianjurkan membawa tas yang besar ke dalam Haram. Di pintu-pintu masuk Haram, kadang ada petugas yang memeriksa barang bawaan jamaah. Isteri saya beberapa kali diperiksa oleh petugas wanita yang biasanya berpakaian, berjilbab, dan bercadar serba hitam. Tampaknya digital still camera dan video camera tidak dibenarkan di bawa ke dalam Haram. Begitu pula handphone yang memiliki camera.

Setelah sholat Subuh, biasanya kami jalan-jalan mencari makan pagi. Terus terang jumlah restoran sangat sedikit tidak seperti yang kami bayangkan sebelumnya. Menu yang paling sering kami temui adalah fried chicken yang disebut broast di sana. Selain itu adalah restoran masakan India/Pakistan seperti Biryani. Sayangnya di setiap restorant tersebut, biasanya saling berdesakan untuk minta dilayani. Beginilah wajah umat Islam sekarang ini. Kondisi di sana membuat kami berpikir akan tidak comfortable bagi jamaah wanita untuk bepergian sendiri. Selain itu kami juga sempat makan di restaurant Indonesia di sekitar Haram. Sayangnya restaurant-restaurant ini hanya beroperasi selama musim haji dan lokasinya berpindah-pindah tergantung dimana pemilik restorant menyewa lokasi.

Selasa, 24 November 2009

Satu hal yang menarik, banyak pedagang di sekitar Mekah, mengerti bahasa Indonesia walau tentu bukan orang Indonesia. Konon kabarnya bahasa Indonesia atau Melayu, adalah bahasa ke-3, setelah bahasa Arah dan Urdu, sebagai bahasa komunikasi di sana. Mungkin ini semua berkat banyaknya jamaah Indonesia yang datang untuk berhaji dan umrah. Dan orang Indonesia terkenal dengan suka berbelanja. Tetapi jika di dalam program haji yang diikuti ada juga rencana untuk pergi ke Madinah, sebaiknya tidak usah berbelanja terlalu banyak di Mekah.

Selain makan, biasanya waktu setelah Subuh kami manfaatkan untuk berjalan-jalan mencari barang-barang keperluan di pasar di sekitar Masjid Haram. Banyak oleh-oleh bisa diperoleh di pasar itu. Di lain waktu, kami pergi ke kantor pos untuk membayar biaya binatang kurban (hadyu) yang biayanya kurang lebih sebesar 10,000yen. Dari kantor pos, kita juga bisa mengirim kartu pos untuk keluarga di Indonesia misalnya. Atau mengirim barang melalui servis EMS.

Di pasar juga banyak Money Changer. Sehingga tidak perlu khawatir untuk bisa menukarkan uang. Namun lebih baik membawa uang US Dollar daripada Yen. Walau tidak banyak, loket-loket ATM juga ada. Sehingga teman-teman yang membutuhkan untuk menarik uang cash melalui Credit Card bisa dilakukan.

Dianjurkan juga untuk memakai sun-block cream dan banyak minum saat bepergian di siang hari karena matahari sangat terik sehingga tidak mengalami iritasi kulit dan dehidrasi. Sedang kalau di dalam, masjid Haram sendiri, jamaah bisa puas minum air zam-zam yang tersedia di galon-galon yang bebas diambil dengan gelas-gelas kertas sekali pakai yang tersedia.

Rabu, 25 November 2009

Hari ini kami insya Allah akan memulai rangkaian ibadah haji. Jamaah kembali berpakaian ihram dan memulai berniat haji. Rombongan haji Jepang dari air1travel, rencananya akan menumpang 2 bus dari Mekah. Di sini, jamaah dituntut kesabarannya terhadap berbagai kondisi sulit yang akan dihadapi. Kesabaran kami pertama kali diuji saat bus yang akan menjemput kami tidak kunjung tiba. Rencana awal adalah kami akan pergi ke Mina di pagi hari ini. Ternyata bus baru datang sekitar jam 4 sore. Persoalan bus ini sendiri cukup pelik, karena tidak bisa dikontrol pihak travel, tapi pihak Makhtab. Sebagian besar barang kami tinggal di hotel di dalam koper besar, sementara untuk rangkaian ibadah haji di Mina dll, kami membawa koper kecil atau hand bag.

Perjalanan jarak dari Mekkah ke Mina hanya 10km. Sampai di Mina kami disambut hujan yang sangat lebat. Beruntung kami semua membawa payung. Tapi tak urung, pakaian ihram kami basah. Alhamdulillah, kami membawa satu stel pakaian ihram cadangan, sehingga setelah sampai perkemahan di Mina, kami bisa berganti pakaian. Kami mendapat kemah, dalam satu komplek bersama jamaah dari Singapore. Tentang kemah di Mina sendiri, adalah kemah yang bisa memuat puluhan orang yang bisa disekat-sekat dan dilengkapi AC. Semenatara itu lantainya dialasi dengan karpet. Juga selain itu ada saluran electricity tentunya. Sementara WC bergabung kamar mandi ada di luar kemah. Karena terbatasnya jumlah kamar mandi/toilet, jamaah perlu mengantri terutama saat mendekati waktu sholat. Sholat sendiri biasa dilakukan di kemah masing-masing berjamaah dengan grupnya.

Sedikit cerita tentang toilet/kamar mandi. Kamar mandi dan toilet menjadi satu, dalam sekat bilik-bilik dan terpisah untuk pria dan wanita. WC yang ada adalah WC jongkok tanpa flush khusus seperti WC yang kita kenal, karena lubang pembuangan sedemikian rupa sehingga tidak perlu flush. Selain itu, karena tempat gantungan pakaian kadang dalam kondisi rusak, sehingga dianjurkan membawa gantungan portable yang dicantolkan dan dilepas dengan mudah.

Malam itu kami bermalam di kemah di Mina. Tidak ada ibadah khusus di sini, karena yang ibadah yang dilakukan memang hanya bermalam di Mina selain sholat-sholat fardhu. Seperti sudah dianjurkan, jamaah dari Jepang masing-masing membawa sleeping bag untuk alas tidur. Saya dan isteri, selain membawa sleeping bag juga membawa tambahan alas tidur seperti camping mattress ditambah bantal portable. Alas tambahan yang kami bawa sangat berguna sebagai alas tidur yang empuk di malam berikutnya di Muzdalifah di tanah lapang yang berbatu.

Kamis, 26 November 2009

Makanan selama di Mina disiapkan oleh Makhtab. Kami mendapat makan pagi/siang/malam jika ada di Mina dalam satu kotak bento. Ditambah di sekitar kemah, ada juga air panas untuk menyeduk mie instant dan membuat kopi/teh yang juga tersedia. Siang itu kami berangkat ke padang Arafah. Di padang Arafah itu kami beristirahat di kemah juga yang kondisinya tidak sebaik di Mina, karena memang hanya dipakai untuk beberapa jam saja dalam setahun. Di padang Arafah ini, jamaah dianjurkan banyak berdoa dan beristighfar kepada Allah SWT.

Panas yang sangat menyengat membuat beberapa teman Indonesia jatuh sakit dan demam sampai suhu badannya 38-40 derajat celcius. Alhamdulillah di sekitar kemah ini pun tersedia klinik berobat sehingga teman-teman memeriksakan diri dan mendapat obat secara gratis dari klinik. Berbeda dengan teman-teman Indonesia, teman-teman lain dari Mesir dan Pakistan tidak ada yang sakit sama sekali. Mungkin mereka terbiasa dengan iklim gurun dan suhu yang panas tersebut sehingga mudah beradaptasi. Nasehat untuk teman-teman yang akan haji, adalah menyiapkan kondisi fisik sebaik-baiknya. Terbiasa berolahraga dan berjalan jauh sebelum pergi haji. Kesiapan fisik insya Allah akan menambah kebugaran selama di Mina dan sekitarnya. Membawa vitamin C atau minuman pocari sweat dalam bentu bubuk yang bisa diseduh juga sangat bermanfaat untuk menambah mineral tubuh yang hilang karena kondisi yang sulit.

Rencananya kami hanya akan berada di padang Arafah sampai Maghbrib. Ternyata bus yang akan membawa kami dari Arafah ke Muzdalifah tidak kunjung tiba. Akhirnya kami baru meninggalkan padang Arafah menjelang tengah malam. Karena telat masuk ke Muzdalifah, rombongan jamaah kami tidak mendapat tempat yang cukup di Muzdalifah. Sehinga kami agak berpencar-pencar dalam menggelar sleeping bag kami di tanah lapang. Kami tidur beratapkan langit. Karena banyaknya batuan tidur dengan camping mattress sangat membantu. Bermalam di Muzdalifah ini adalah salah satu rukun haji.

Jumat, 27 November 2009

Paginya kami meninggalkan Muzdalifah menuju perkemahan kami di Mina. Kondisi kemah di Mina terasa lebih menyenangkan setelah kami melalui masa sulit di Arafah dan Muzdalifah. Setelah sampai di Mina, kami segera bersiap untuk melempar Jumrah. Lokasi kemah kami ada di sekitar 45 menit jalan kaki dari lokasi pelemparan jumrah. Persiapan yang perlu dilakukan di bawa jamaah ada membawa batu kecil yang bisa diambil baik di Muzdalifah maupun di Mina di sekitar kemah. Selain itu perlu membawa air minum yang cukup.

Dalam perjalanan menuju tempat jumrah, kami melewati terowongan Mina. Terowongan Mina terdiri dari dua terowongan untuk jalur yang berlawanan. Karena jamaah-jamaah dari berbagai negara pergi menuju tempat yang sama, jadi bisa dibayangkan padatnya jalan-jalan menuju tempat pelemparan Jumrah. Tempat pelemparan jumrah saat ini, sudah diperbaharui yaitu berupa bangunan besar terdiri dari beberapa lantai. Tugu tempat pelemparan batu jumrah juga sudah diubah menjadi dinding tinggi dan memanjang berbentuk oval. Praktis tidak ada kesulitan dalam melempar jumrah itu sendiri. Setelah melempar 7 batu jumrah rombongan dari Jepang terbagi dua. Satu grup besar yang langsung jalan menuju Mekkah yang berjarak 10km. Sementara saya dan rombongan kecil lain kembali ke perkemahan Mina.

Teman-teman yang berjalan ke Haram berniat untuk menyelesaikan segera semua rukun haji, yaitu tawaf ifadah dan sai. Lalu memotong rambut. Dan karena hari itu hari Jumat maka bisa beribadah sholat Jumat di Masjid Haram. Setelah melakukan ibadah, praktis untuk mereka yang tertinggal adalah bermalam di Mina beberapa hari lagi. Sehingga mereka wajib kembali ke Mina sebelum malam harinya.

Sementara rombongan kecil kami, kembali ke Mina. Dalam perjalan kembali ke Mina inilah, terjadi satu tragedi kecil. Di tengah sinar matahari yang terik, jemaah yang kembali dari melempar jumrah memenuhi jalan. Akibatnya banyak jamaah terutama orang-orang tua yang dehidrasi dan hampir pingsan. Sebetulnya pemerintah Arah sudah menyediakan air minum untuk diambil gratis di salah satu sisi jalan. Namun karena tida ada di dua sisi, sementara untuk berpindah jalur saja sulit, maka banyak sekali jamaah yang dehidrasi. Minuman yang kami bawa pun terpaksa kami berikan ke seorang ibu tua yang terlihat sangat payah.

Setelah sampai ke tenda, kami saling memotong rambut sampai hampir gundul. Alhamdulillah, salah seorang teman membawa shaver untuk mencukur rambut. Setelah mencukur, kami bisa melepas baju ihram kami, dan status kami sekarang adalah dalam kondisi tahallul awal. Karena belum meyelesaikan ibadah tawaf dan sai.

Sabtu, 28 November 2009

Hari berikutnya kami pun melakukan pelemparan jumroh hari ke-2. Karena kondisi sangat panas, banyak teman-teman Indonesia yang jatuh sakit lagi. Bahkan kami sempat menemani teman pergi ke Rumah Sakit. Staf dari Air1travel, yaitu Brother Reda juga menemani saat kami harus ke Rumah Sakit. Hal ini penting, karena dokter-dokter di sana juga hanya bisa berbahasa Arab.

Karena kondisi isteri kurang fit, kami pergi jumroh setelah sholat Maghrib, dan malam itu kami kembali ke Mina.

Ahad, 29 November 2009

Hari ini kami melakukan pelemparan jumroh yang ke-3. Setelah Zhuhur, kami berangkat melempar Jumroh. Setelah hari pertama, jamaah dari Jepang bebas menentukan sendiri waktu pelemparan jumrohnya. Hari ini kami berniat menyelesaikan ibadah haji. Sehingga, setelah melempar jumroh, kami segera berjalan menuju Mekkah. Perjalanan Mina ke Mekkah yang berjarak 10km alhamdulillah dapat kami tempuh dengan berjalan kaki selama 1.5 jam. Setelah sholat Maghrib dan Isya, kami pulang ke hotel untuk beristirahat.

Senin, 30 November 2009

Karena lelah, kami memutuskan untuk beristirahat dahulu sebelum menunaikan tawaf ifadah dan sai. Kami menyelesaikan tawaf ifadah dan sai sebelum Subuh. Alhamdulillah, kami pun bisa sholat persis di belakang makam Ibrahim. Hari ini adalah hari terakhir, kami mempunyai waktu bebas di Mekkah.

Selasa, 1 Desember 2009

Sebelum meninggalkan Mekkah, dianjurkan melakukan tawaf terakhir yaitu tawaf wada. Sehingga kami mulai melakukan sebelum sholat Subuh. Namun karena jamaah masjid Haram di saat-saat itu sangat padat, akhirnya tawaf kami baru bisa diselesaikan setelah sholat subuh. Setelah kembali ke hotel, kami bersiap pergi ke Madinah. Bus rencananya akan menjemput kami jam 8 pagi. Namun ternyata bus datang di sore hari, dan kami baru meninggalkan hotel jam 5 sore. Sekali lagi kesabaran kami diuji. Karena hari ini adalah hari terakhir, kami tidak lupa membawa bekal air zam-zam dari Masjidil Haram. Hotel kami juga menjual zam-zam dalam kontainer 10 liter yang banyak dibeli teman-teman.

Rabu, 2 Desember 2009

Jarak dari Mekkah ke Madinah sebetulnya hanya sekitar 450km tapi toh kami membutuhkan waktu hampir 12 jam. Kami tiba di hotel di Madinah di waktu Subuh. Seperti di Mekkah, orang Indonesia menginap di kamar yang sama. Satu kamar besar, untuk jamaah laki-laki, dan dua kamar yang lebih kecil untuk jamaah wanita.

Setelah beristirahat kami pergi ke Masjid Nabawi dan sholat di sana. Karena akan kembali ke Tokyo dengan pesawat esok harinya, maka saya dan isteri hanya memiliki waktu satu hari penuh di Madinah. Sehingga hari itu juga, bersama-sama teman lain kami pergi berkunjung ke Masjid Quba, Masjid Qiblatain, Bukit Uhud, dan pasar Kurma. Alhamdulillah, kami ditemani Ustad Jailani yang fasih berbahasa Arab, sehingga kami bisa mencarter mobil untuk perjalanan tur kali ini.

Masjid Nabawi sendiri sangat indah. Saya pribadi sedih hanya mempunyai waktu satu hari saja di Madinah. Orang-orang Madinah juga terlihat lebih ramah daripada orang Mekkah. Di Masjid Nabawi, penjagaan lebih ketat. Tidak boleh berfoto-foto di dalam masjid tentunya. Sayang kami tidak berkesempatan untuk sholat di Raudah karena penuhnya, tempat yang jika seseorang berdoa di atasnya akan mudah dikabulkan Allah SWT. Wallahu'alam.

Hari itu kami berpamitan ke teman-teman Indonesia. Karena besok, saya dan isteri bersama teman kami Mas Anto dan isteri, akan meninggalkan Saudi Arabia. Teman-teman lain, masih akan tinggal di Madinah, sampai menjelang keberangkatannya keluar Saudi.

Kamis, 3 Desember 2009

Makhtab dan air1travel mengurus schedule perjalanan pulang kami ke airport Jeddah. Sudah menjadi prosedure untuk tiba di airport di Jeddah sekitar 6 jam sebelum keberangkatan. Sehingga walau pesawat kami baru akan terbang jam 21:00 malam hari, toh kami harus keluar dari hotel jam 3:30 pagi. Berempat kami mencarter taksi menuju terminal bus. Dari terminal tersebut, kami berangkat menuju airport di Jeddah yang juga berjarak sekitar 450km dari Madinah. Bus berangkat sekitar jam 4:30 dan di tengah perjalanan kami sholat subuh di suatu musholla.

Sebelum sholat Zhuhur kami sudah tiba di Jeddah International Airport jam 11 siang. Terminal keberangkatan ini berbeda dengan terminal kedatangan waktu kami tiba pertama di dua pekan sebelum ini. Pasport kami yang selama ini tidak kami pegang ternyata sudah dititipkan ke supir bus yang membawa kami ke airport dari Madinnah. Di Airport, seorang petugas kemudian menyerahkan pasport kami. Mungkin untuk yang baru pertama kali naik haji, akan khawatir tidak memiliki pasport di tangannya selama proses ibadah haji. Tapi memang begitulah prosedurnya. Pasport diambil saat tiba di Saudi, dan dikembalikan saat akan meninggalkan Saudi. Selama itu pasport ditahan pihak Makhtab.

Karena tidak membeli zam-zam dari hotel di Mekkah, sementara kami ingin memilikinya akhirnya kami bertanya apakah di airport dijual air zam-zam. Ternyata tidak dijual secara resmi. Tapi setelah bertanya ternyata petugas kebersihan di sana diam-diam menjual zam-zam kepada orang-orang yang membutuhkan seperti kami. Pesawat kami, Malaysia Airlines, mengizinkan jamaah haji untuk membawa zam-zam 20 liter per orang di luar hitungan bagasi yang biasa. Alhamdulillah, kami bisa membawa pulang satu kontainer zam-zam juga.

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah cafetaria di airport ini luar biasa mahal. Bahkan untuk secangkir kopi yang lebih mahal dari kopi di Tokyo. Jadi akan lebih baik, kalau bisa menyiapkan makan dari Madinah sebelumnya.

Dan pesawat kami pun meninggalkan Jeddah menuju Kuala Lumpur di malam itu. Alhamdulillah ya Allah, kami bisa menunaikan ibadah haji dan mengatasi segala permasalahan berkat rahmah-Mu.

Jumat, 4 Desember 2009

Pesawat kami tiba di KL jam 11 siang. Sementara pesawat yang akan membawa kami ke Narita baru akan terbang jam 23 malam. Selama itu kami beristirahat di transit hotel di dalam airport yang sudah kami reserve dari Jepang. Di Malaysia, kami pun bebas keluar airport, sehingga kami sempat makan siang di restaurant di luar airport. Harga makanan di restaurant-restaurant di Malaysia bahkan lebih murah dari Indonesia, dan enak dan cocok untuk lidah kami.

Sabtu, 5 Desember 2009

Pesawat kami tiba di Narita jam 7 pagi. Ya Allah, alhamdulillah kami bisa tiba di Tokyo dengan selamat. Setelah mengantar kami, kali ini pun teman kami Bang Akhtar dan anak-anak berbaik hati menjemput kami di Airport dan mengantar kami pulang. Ya Allah, syukur atas nikmatMu sehingga kami bisa menunaikan ibadah haji dengan segala kemudahan yang datang melalui tangan-tangan orang lain yang membantu kami. Terimalah ibadah kami ya Allah. Amin.

Unless otherwise stated, the content of this page is licensed under Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 License